MajalahCeo.Id | Medan – Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Sumatera Utara menyoroti besarnya anggaran tunjangan perumahan bagi anggota DPRD yang dinilai berpotensi menimbulkan pemborosan dan penyalahgunaan.
Hal ini disampaikan oleh Irvan Hamdani Hasibuan, Koordinator Bidang Advokasi Anggaran FITRA Sumut, yang menyebut kebijakan tersebut tidak sejalan dengan semangat efisiensi anggaran yang selama ini digaungkan oleh pemerintah.Judi di Sumut
“Anggaran tunjangan perumahan DPRD tidak transparan dan tidak akuntabel. Ini sangat rawan disalahgunakan karena lemahnya sistem pengawasan,” kata Irvan kepada Waspada Online, Senin (22/9).
Menurutnya, kebijakan pemberian tunjangan tersebut juga memperlebar kesenjangan ekonomi antara wakil rakyat dan masyarakat. Irvan menilai, di tengah kondisi ekonomi yang masih sulit, DPRD seharusnya lebih memprioritaskan program-program yang menyentuh kebutuhan dasar masyarakat.
“Ketika masyarakat masih berjuang dalam tekanan ekonomi, para wakil rakyat justru menuntut fasilitas mewah. Ini bukan hanya soal prioritas anggaran, tapi juga kepekaan sosial,” tambahnya.
Ia juga mengingatkan adanya potensi korupsi dari besarnya anggaran tunjangan perumahan tersebut. FITRA mendesak agar alokasi anggaran untuk fasilitas DPRD dievaluasi dan diawasi lebih ketat agar tidak menjadi celah praktik korupsi.
“Kurangnya transparansi dan pengawasan membuka ruang bagi penyalahgunaan. Ini harus menjadi perhatian serius,” pungkas Irvan.
Sebslumnya di beritakan, Sangat mengerikan, sebab lembaga demokrasi seperti DPRD Kota Medan justru dibajak oleh oligarki.
Lembaga Demokrasi seperti DPRD Kota Medan harusnya menumbuhkan sikap dan orientasi yang demokratis.
Rahmadsyah di dampingi warga Pukat II mengatakan bahwa Surat Permohonan Rapat Dengar Pendapat tidak di gubris Ketua DPRD Kota Medan
“Sangat mungkin segala kebijakan yang saat ini menjadi prioritas Ketua DPRD Kota Medan itu adalah di duga untuk untuk kepentingan oligarkhi dan ini merupakan pengkhianatan terhadap rakyat sebab anggota DPRD Kota Medan itu dipilih oleh rakyat untuk memperjuangkan kepentingan rakyat,” ungkapnya.
Lanjut Rahmat bersama warga jalan Pukat II mengatakan bahwa Ketua DPRD Kota Medan disebut-sebut dibajak oligarki ketika melakukan tindakan yang dianggap tidak sesuai dengan kepentingan rakyat.
“Kami menduga Ketua DPRD Kota Medan dikendalikan oleh sekelompok kecil orang atau perusahaan yang memiliki kekuasaan dan pengaruh besar untuk kepentingan pribadi atau golongan,” katanya.
Rahmad bersama warga Pukat II mengatakan Penghalangan Rapat Dengar Pendapat (RDP) oleh Ketua DPRD Medan dapat dianggap sebagai bukti bahwa mereka tidak menjalankan tugasnya dengan baik dan mungkin ada kepentingan tertentu yang tidak ingin terungkap.
Berdasarkan hasil Investigasi Awak media, Surat Permohonan Rapat Dengar Pendapat dan Rekomendasi Komisi IV DPRD Kota Medan terkait Jalan Pukat II tidak juga di teken Ketua DPRD Kota Medan dan permohonan Rapat Dengar pendapat Kawal Kasus Lina Kwan juga tidak di jadwal.
Berdasarkan informasi dari berbagai Nara Sumber Ketua DPRD Medan mungkin tidak ingin transparan dalam menjalankan tugasnya
“Mungkin ada kepentingan pribadi atau golongan yang tidak ingin terungkap terutama kepentingan para oligarkhi,” ungkap Rahmat bersama warga jalan Pukat II, Minggu (21/9/2025).
Kawal Kasus Lina Kwan Dan Portal Jalan Pukat II menjadi tuntutan warga jalan Pukat II Kelurahan Bantan Timur Kecamatan Medan Tembung, Kota Medan.
Warga berharap Ketua Badan Kehormatan DPRD Kota Medan memeriksa Wong Chun Sen Tarigan karena tidak mau mendukung Rekomendasi Komisi 4 DPRD Kota Medan agar melakukan Portal dan menertibkan ekpedisi di Jalan Pukat II yang melanggar Zonasi Pemukiman dan UU Lalu Lintas Angkutan dan Jalan dan hingga saat ini Permohonan RDP Kasus Lina Kwan tidak di tindak lanjuti oleh Ketua DPRD Kota Medan.