MAJALAHCEO- JAKARTA- Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) kembali menggelar sidang lanjutan kasus perkara Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada proyek bantuan 9 (sembilan) bahan pokok atau Sembako Bantuan Sosial (Bansos) di Kementerian Sosial Republik Indonesia (Kemensos RI) pada Maret hingga Mei 2020 ketika terjadinya lockdown (tutup total) seluruh daerah di Indonesia akibat pandemi Corona Virus Disease-19 atau Covid-19 dengan terdakwa mantan Menteri Sosial (Mensos) RI Juliari Batubara, Kepala Biro (Karo) Umum Kemensos RI Adi Wahyono, Ardian (pihak swasta) dan Kepala Seksie (Kasie) di Direktorat Jenderal (Ditjen) Perlindungan dan Jaminan Sosial (Jamsos) Kemensos RI Matheus Joko Santoso, di ruang Prof Dr HM Hatta Ali SH MH, PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Selasa (29/06/2021).
Dihadirkan 4 (empat) saksi atas permintaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yakni Mery (Direktur Utama atau Dirut PT Laras Makmur Sejahtera) dan Ivo (Dirut PT Anomali) sebagai vendor penyalur sembako, Iksan Yunus (Anggota Komisi VIII DPR RI) dan Hotma ( hadir secara virtual) untuk memberikan keterangan dan kesaksian di hadapan Majelis Hakim PN Jakpus dan JPU. Kuasa Hukum terdakwa Matheus Joko Santoso, Tangguh Setyawan SH MH mengatakan, keterangan dari keempat saksi yang hadir ini berbeda-beda.
“Kesaksian Iksan Yunus selaku Anggota Komisi VIII DPR RI di persidangan tidak ada kaitannya dengan klien saya. Dari awal penyidikan, klien saya (Matheus Joko Santoso) tidak kenal dengan Iksan Yunus. Kalaupun ada kaitannya paling ke Yogaz. Tapi bukan ke Iksan Yunus. Bahkan dari awal, klien saya ini tidak mengenal dengan Iksan Yunus,” Jelas Tangguh Setyawan SH MH kepada wartawan ketika ditemui usai acara sidang ini.
“Ketika saya tanya kepada Mery apakah dihitung uangnya? Ternyata, Mery tidak menghitungnya. Tahap 6 (enam), sembako bansos untuk penyalurannya tidak dihitung untuk dibagikan kepada 1,9 juta Rumah Tangga Sasaran (RTS) atau Rumah Tangga Miskin (RTM) di wilayah Jakarta, Bogor, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek) yang terdampak pandemi Covid-19. Sementara, tahap 8 (delapan), Mery juga tidak menghitung. Tahap 10 (sepuluh) atau tahap komunitas juga tidak dihitung. Lantas kalau Mery tidak menghitung, tahu dari mana ia memberikan uang ke mantan Mensos RI Juliari Batubara? Ketika ditanya lagi oleh JPU, Mery jawab benar angka tersebut,” paparnya.
Padahal, imbuhnya, Mery tidak menghitung angkanya dengan pasti. “Ini jadi aneh buat kita. Sementara, pada keterangan klien kami (terdakwa Matheus Joko Santoso) sebenarnya sudah terang dia buat keterangannya di persidangan. Kenapa? Karena setiap kali klien saya ini dapat uang, selalu dihitung dan dicatat. Kenapa? Karena catatan keuangan itu akan menjadi acuan laporan kepada mantan Mensos RI Juliari Batubara. Tahap 6, uang sebesar Rp500 juta untuk mantan Mensos RI Juliari Batubara, Matheus Joko Santoso catat dan dana Rp100 juta untuk dana operasional. Tahap 8, uang Rp500 juta untuk mantan Mensos RI Juliari Batubara dan uang Rp70 juta untuk biaya operasional,” urainya.
“Tahap komunitas. Karena terjadi penurunan kuota, tadinya yang 50 ribu, jadi 25 ribu dan tadinya Rp500 juta harus dikurangi, jadi hanya Rp300 juta,” jelasnya.
Dikatakannya, kalaupun dalam persidangan ini disebut nama Syafei dibilang ketemu terdakwa Matheus Joko Santoso, di dalam persidangan ini sudah diterangkan, bahwa ketemunya saat Matheus Joko Santoso ingin minta tandatangan Syafei, di sanalah diperkenalkan, bahwa Matheus Joko Santoso adalah staf Syafei. “Jadi tidak ada hal lain yang dibicarakan terkait proyek sembako bansos ini,” terangnya.
Kemudian, sambungnya, keterangan dari saksi Mery, ada banyak lika-liku dalam kesaksiannya. “Terutama masalah perbedaan angka. Di keterangan saksi Mery di persidangan mantan Mensos RI Juliari Batubara pada pekan lalu menyebutkan, uang yang harus disetorkan kepada Mensos RI Juliari Batubara agar perusahaannya mendapatkan kuota pengadaan sembako bansos adalah Rp1,4 miliar. Di situ dia sudah benar mengatakan angka Rp1,4 miliar. Tiba-tiba hari ini, dalam selang beberapa minggu saja, langsung berubah keterangannya. Mery mengatakan, memberikan uang Rp1,9 miliar. Mery juga bersikeras itu angka benar Rp1,9 miliar. Di sinilah tadi di persidangan ada perbedaan dan cekcok sedikit, perihal kenapa angka itu tiba-tiba berubah,” tanyanya.
Dikatakannya, dari keterangan Mery, ia memberikan uang kepada mantan Mensos RI Juliari Batubara sebesar Rp1 miliar. “Uang Rp1 miliar itu ke siapa diberikan oleh Mery? Sama dengan keterangan Mery pada awal kali, bahwa uang ini ada kaitannya dengan Direktur Jenderal (Dirjen) Perlindungan dan Jamsos Kemensoa RI Pepen. Sementara, ketika saya tanya Mery setor uang Rp1 miliar itu ke siapa? Sama seperti keterangan Mery pertama kali. Sempat keceplosan ada kaitannya uang ini untuk Pepen. Namun, kenapa hanya Rp325 juta yang disetorkan kepada terdakwa Matheus Joko Santoso? Namun, menurut keterangan terdakwa Matheus Joko Satsoso di persidangan, uang yang diterimanya dari Mery adalah Rp600 juta. Ini ada masalah lagi. Makanya, angka-angka uang ini jadi rancu, yang mana yang benar?” katanya.
“Kalau dari keterangan Ivo, tidak ada kaitannya dengan klien saya (terdakwa Matheus Joko Santoso). Bahkan, Ivo tidak kenal dengan Matheus Joko Santoso. Dengan Hotma juga tidak ada kaitannya,” ungkapnya.
Dijelaskannya, ketika kasus Hotma disebutkan terlibat dalam perkara ini terkait uang Rp3 miliar berasal dari mana? Uang tersebut berasal dari Adi Wahyono. Uang Rp3 miliar itu sesuai yang terungkap di persidamgan yakni uang bansos Rp3 miliar berasal dari klien saya (terdakwa Matheus Joko Santoso).
Sumbernya dari situ. Ketika sumbernya dari Adi Wahyono, dan Adi Wahyono memberikan uang Rp3 miliar dan uang sebesar Rp1 miliar diserahkan Adi Wahyono kepada Iksan Yunus. Diterima oleh Iksan Yunus dan ada tanda terimanya jelas,” tuturnya.
“Diterima uang Rp1 miliar pada Iksan Yunus untuk diserahkan kepada Hotma Makanya, sekitar 2 (dua) minggu ke depan, Iksan Yunus akan dipanggil lagi ke persidangan untuk memberikan keterangan terkait angka uang Rp1 miliar. Sebenarnya, ia menerima tidak uang Rp1 miliar tersebut? Ini angka yang sangat besar yang diberikan kepada Hotma untuk Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Mawar Sarone untuk membantu perkara hukum kekerasan pada anak kala itu yang diminta bantuannya oleh mantan Mensos RI Juliari Batubara, ” katanya.
“Klien saya (terdakwa Matheus Joko Santoso) dalam persidangan selalu memberikan kejujuran lah. Memang dari awal persidangan, sudah saya kawal untuk buka saja apa yang diketahui oleh Matheus Joko Santoso di persidangan. Buka semuanya dan jangan ada hal yang ditutup-tutupi. Sampai hal yang terkecil pun yang seharusnya tidak usah diomongin di persidangan, sampai uang itu. Sebenarnya, Matheus Joko Santoso dapat uang itu dan ia diam saja juga diungkap di fakta persidangan. Memang kita komitmen dalam persidangan ini kita bekerjasama untuk membuka semua yang diketahui oleh Matheus Joko Santoso dan tidak ada yang ditutup-tutupi,” terangnya.
Agenda sidang selanjutnya, sambungnya, masih menghadirkan saksi dari JPU. “Kalau saksi dari saya belum ada karena masih menunggu sampai habis saksi dari JPU. Harapannya, dengan saksi yang dihadirkan oleh JPU di persidangan ini agar memberikan kesaksian yang jujur supaya klien saya (terdakwa Matheus Joko Santoso) bisa mendapatkan asupan gizi. Kenapa? Memang itu hal yang paling penting. Terdakwa Matheus Joko Santoso hanya sepintas saja. Masak klien saya ini sudah diperintah oleh mantan Mensos RI Juliari Batubara, dia harus menanggung semua resiko. Memang dari sidang hari ini sumbernya dari Pepen (Dirjen Perlindungan dan Jamsos Kemenaos RI) untuk Mery. Sementara, Ivo sumber uangnya dari M Royani (Sekretaris Direktorat Jenderal atau Sesditjen Perlindungan dan Jamsos Kemensos RI). Kalau Iksan Yunus dalam kesaksiannya sudah jelas mengakui tidak kenal dengan terdakwa Matheus Joko Santoso,” jelasnya.
Makanya, sambungnya, kalau ditanya apakah ada komitmen, tidak ada sama sekali. Terdakwa Matheus Joko Santoso tidak kenal Iksan Yunus itu siapa. Adi Wahyono hanya ketemu sekali di Gedung DPR RI dengan Iksan Yunus tapi klien saya tidak pernah ketemu karena memang tidak kenal,” katanya.(dd)