Jakarta, MAJALAHCEO.ID – PT Bank Ina Perdana Tbk. (BINA) telah melaksanakan aksi penambahan modal melalui Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) atau rights issue. Bank dengan kode emiten BINA itu telah melaksanakan periode perdagangan HMETD yang berlangsung pada 3 Desember 2021 hingga 9 Desember 2021 lalu.
Direktur Utama Bank Ina Daniel Budirahayu menyatakan, aksi rights issue yang dilakukan perseroan telah terserap seluruhnya. Begitupun dengan dana hasil rights issue yang sudah terkumpul sesuai harapan perseroan.
“Alhamdulillah, rights issue Bank Ina sudah terserap semua dan dana hasil rights issue sudah terkumpul sesuai harapan, sehingga sebelum akhir tahun modal Bank Ina sudah sesuai dengan ketentuan OJK,” kata Daniel saat dihubungi para media, belum lama ini.
Dikutip dari bisnis.com, Bank milik Salim Group ini melaksanakan rights issue dengan target dana Rp1,18 triliun. Dalam prospektus disebutkan perseroan menawarkan 282 juta saham biasa atas nama dengan nominal Rp100 per saham.
Artinya, BINA telah mengumpulkan dana senilai Rp1,18 trilun dalam aksi tersebut. Untuk diketahui, harga pelaksanaan rights issue yang ditetapkan BINA sebesar Rp4.200 per saham.
Sementara itu, jumlah saham baru dalam aksi korporasi ini sebesar 4,76 persen dari jumlah seluruh saham yang ditempatkan dan disetor penuh dalam perseroan setelah Penawaran Umum Terbatas (PUT) III.
Dana yang diperoleh dari hasil PUT III tersebut, seluruhnya akan digunakan BINA untuk modal kerja sehubungan pelaksanaan kegiatan operasional serta pengembangan usaha perseroan. Hal ini sesuai dengan strategi perseroan untuk menerapkan digitalisasi dalam proses bisnis.
Pengembangan usaha yang dimaksud merupakan pengembangan usaha yang dikategorikan sebagai operational expenditure (OPEX), di mana perseroan melakukan pengembangan digitalisasi melalui pihak ketiga.
Sementara itu, biaya IT untuk pengembangan digitalisasi, terutama untuk lisensi perangkat lunak yang bersifat subscription dan infrastruktur yang bekerja sama dengan cloud provider dan managed service provider, pembayaran dilakukan secara berkala, yakni per tahun.
“Dengan dana yang diperoleh dari hasil pelaksanaan PUT III ini, maka perseroan juga memenuhi persyaratan modal inti yang ditetapkan oleh OJK dalam Peraturan OJK No.12/2020 mengenai Konsolidasi Bank Umum,” jelasnya.
Sebelumnya, Daniel juga membeberkan strategi bersaing diera bank digital. Menurutnya, Bank Ina memiliki ceruk pasar tersendiri sehingga dapat bersaing di era bank digital. Dia menyatakan bahwa transformasi digital pada saat ini adalah keharusan.
“Transformasi digital sudah menjadi keharusan bagi Bank Ina mengingat tingkat adopsi aplikasi digital sudah semakin tinggi di masyarakat Indonesia,” ujar Daniel Budirahayu.
Dijelaskannya, persaingan digital banking di Tanah Air sebetulnya telah dimulai sejak 3 – 5 tahun lalu ketika perusahaan teknologi finansial (fintech) mulai mengambil bagian bisnis bank.
Dia pun menyambut baik tantangan persaingan di era bank digital karena pada saat bersamaan masyarakat akan semakin terbiasa dengan layanan digital bank. Daniel juga percaya bahwa emiten bank bersandi BINA ini memiliki ceruk pasar tersendiri.
“Kami percaya bahwa Bank Ina mempunyai market sendiri melalui kolaborasi dengan ekosistem retail dan distribusi dari Salim Group,” kata Daniel.
Emiten perbankan milik Grup Salim, tersebut diketahui ingin berfokus menerapkan digitalisasi dalam proses bisnisnya. (CEO/*/wilson)